What about taking this empty cup and filling it up
With a little bit more of innocence
I haven't had enough, it's probably because when you're young
It's OK to be easily ignored
I like to believe it was all about love for a child
- Love For a Child, Jason Mraz
Sepenggal bait dari refain lagu milik abang Jason Mraz yang amat saya sukai mendadak terngiang ketika
KBR mengumumkan akan kembali menyelenggarakan siaran
talkshow tentang rokok; dan kali ini akan melibatkan tema anak - anak. Dalam lagu tersebut diceritakan tentang anak - anak yang terjebak pada
free-sex, penyalahgunaan narkotika, kekerasan rumah tangga hingga pekerja di bawah umur. Saya tidak akan membahas hal seberat itu. Cukup sederhana, fokus kepada generasi yang masih sangat belia,
very young, seperti gelas yang masih kosong dan siap diisi dengan sejuta ilmu, pengalaman, dan keterampilan untuk menapak masa depan, yang kini justru dihantui efek negatif dari asap nikotin yang sangat-sangat-sangat mudah untuk didapatkan; bahkan di tepi jalan desa sekalipun.
Seratus persen, saya jamin, rokok pasti tersedia pada setiap kilometer anda berjalan. Masalah ini sebenarnya klasik, namun
ruwet untuk direalisasikan solusinya.
KBR kali ini mengangkat tema '
Lindungi Anak Indonesia, Rokok Harus Mahal' dalam
program radio Ruang Publik KBR. Salah kaprah salah sasaran, apabila perusahaan rokok sampai tega memasukkan anak - anak di bawah umur sebagi target ke dalam perhitungan potensi pasarnya. Hari ini kita melindungi anak indonesia, maka di tahun 2045 kita akan memetik Generasi Emas Indonesia yang siap bersaing lebih kuat dalam kancah internasional. Apabila konteks Generasi Emas ini dapat dibedah dalam analisis SWOT, maka saya yakin dalam faktor eksternal pada kategori
Threat (Ancaman) akan terdapat poin yang mengharuskan kita berperang melawan rokok.
Hadir dalam
talkshow tersebut pemateri-yang sepertinya lokal dari Jawa Timur, seperti Dr. Santi Martini, dr., M.Kes. yang menjabat sebagai Wakil Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Erlangga, Dr. Sophiati Sutjahjani, M.Kes., Ketua Majelis Kesehatan Pimpinan Wilayah Aisiyah Jawa Timur, dan Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak Indonesia. Ada tiga kata kunci yang berhasil mengaduk - aduk perasaan saya disini :
dokter,
Aisyah/Muhammadiyah, serta
rokok.
Saya dan Rokok
Dokter. Istri saya adalah dokter dan ia sangat melarang saya untuk merokok.
Aisiyah dan Muhammadiyah adalah dua organisasi yang sangat kental pada keluarga saya, bapak saya masuk dalam struktur organisasi Muhammadiyah dan ibu saya juga pengurus aktif Aisiyah. Dan
rokok adalah mantan sahabat saya pada saat bekerja dan dahulu saat berkuliah. Sungguh ironis, ketika hidup saya pernah dihiasi oleh kepulan asap rokok sementara orang - orang yang mencintai saya adalah para aktivis yang berprinsip 'katakan tidak pada tembakau'.
Harga Rokok Batangan: Racun Yang Menggiurkan
"Dengan uang dua ribu, anak - anak dapat pergi ke warung untuk membeli rokok. Itulah yang menyebabkan rokok dikalangan anak - anak akan lebih banyak dan lebih mudah", tandas moderator membuka sesi
talkshow yang dilaksanakan dari Hotel Singgasana, Surabaya.
It's true man!. Pernah menjadi mahasiswa yang kantong celananya dijejali rupiah bergambar Pattimura, maka rokok batangan adalah penyelamat kecanduan kami.
Lisda Sundari menyatakan bahwa kondisi anak - anak di Indonesia belum cukup terlindungi dari hukum agar dapat terlindungi dari bahaya rokok serta konsumsi rokok. Prevalensi konsumsi rokok pada anak - anak terus meningkat adalah karena akses pada produk tembakau tersebut yang sangat leluasa. Rokok dapat ditemukan dimana saja, dengan harganya yang masih relatif murah, serta rokok dapat diperjual-belikan bagi siapa saja, sekalipun pembeli tersebut adalah anak - anak. Fakta di lapangan adalah masih terdapat oknum pedagang yang masih rendah kepeduliaannya terhadap para pembeli rokok di bawah umur. Yasasan Lentera Anak Indonesia dalam datanya juga menyatakan bahwa masih banyak perusahaan rokok yang mencantumkan harga rokok per batang di dalam materi periklanannya.
Saya sangat sependapat dengan mbak Lisda yang menyatakan bahwa pencantuman harga dalam periklanan adalah menjadi salah satu poin penting sebagai daya tarik agar para calon konsumen memiliki keinginan untuk membeli produk tersebut. Para calon konsumen dapat 'mengukur' kekuatan kantong mereka untuk membelinya. Terlebih lagi, pencantuman harga per batang dari rokok memang akan jauh terlihat lebih murah dibandingkan harga rokok per bungkus. Perusahaan rokok justru sedang membangun persepsi bahwa
rokok gue murah lho!. Pesan ini tentu sama sekali tidak sejalan dengan keinginan masyarakat yang peduli tentang bahaya rokok; dimana mereka sangat menginginkan
#rokokharusmahal.
Tidak hanya masalah harga, tetapi juga tata cara periklanan hingga kawasan bebas rokok juga menjadi PR bagi pemerintah guna mengendalikan konsumsi rokok khususnya terkait perlindungan kepada anak - anak terhadap bahaya rokok, begitu tambah mbak Lisda. Beliau turut menyampaikan bahwa informasi terbaru tentang indikator kota layak anak di tahun 2018 bertambah dua poin, yakni tidak boleh terdapat iklan, promosi, maupun sponsor rokok dan pada daerah tersebut memiliki peraturan daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok. Sementara ini, hanya Solo dan Surabaya saja yang tinggal selangkah lagi menuju kota layak anak. Sejauh ini kendala yang dihadapi adalah akibat masih adanya iklan atau promosi rokok.
"Kita tahu (rokok) itu adalah bahan yang berbahaya, kenapa kok diiklankan?", tegas dr. Santi.
Jleb!
Yes. Rokok merupakan satu - satunya benda yang meskipun telah diberi bahaya peringatan '
Merokok Membunuhmu' namun tetap memiliki ruang untuk teriklankan. Anda akan semakin bingung tentunya, untuk apa mempromosikan sebuah benda yang terpasang label peringatan yang dimana apabila dikonsumsi dapat membunuh konsumennya sendiri?.
|
Peringatan pada bungkus rokok |
Rokok dan Muhammadiyah/Aisiyah
Dr. Sophiati Sutjahjani memaparkan bahwa terdapat dua belas indikator keluarga sehat dan salah satunya adalah tidak merokok. Meskipun belum seluruh desa selesai dilakukan penilaiannya, hasilnya masih di bawah angka 50% yang mampu memenuhi dua belas indikator keluarga sehat. Hal terberat dalam menyempurkan seluruh indikator tersebut adalah akibat merokok. Ibu Sophiati juga menyatakan pada dasarnya terdapat undang - undang, peraturan pemerintah, dan SKB menteri tentang Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan tersebut antara lain adalah tempat pendidikan yang nampaknya masih terdapat tenaga pendidik yang masih merokok. Kebiasaan merokok ini cenderung akan dilihat oleh para murid, baik yang masih kecil ataupun yang masuk pada fase remaja. Seluruh elemen organisasi Muhammadiyah serta Aisiyah turut berperan dalam menegakkan fatwa di 2010 tentang 'haram rokok' dengan dakwah untuk mengehentikan rokok.
Fatwa terhadap hukum merokok adalah haram, sesuai dengan hasil kesimpulan Majlis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah yang dibacakan oleh Dr Sophiati. Oleh sebab itu, pelaku - pelaku amal usaha pendidikan, kesehatan, serta lainnya yang berada dalam lingkungan Muhammadiyah adalah wajib untuk tidak merokok.
Mekipun ibu saya juga pernah turut mengelola taman kanak - kanak berbasis Aisiyah di dekat rumah, saya sendiri baru tahu apabila guru - guru TK didorong untuk memiliki keterampilan mengajarkan kepada anak didiknya untuk dapat menjadi penyambung pesan kepada orang tuanya, terutama ayahnya, untuk dapat berhenti merokok. Saya membayangkan seorang anak perempuan kecil yang masih dikuncir rambutnya mendekati saya dan menyampaikan kalimat : "
Ayah, aku mencintai ayah. Jangan merokok lagi ya". Hati seorang ayah mana yang tidak akan terhenyuh apabila sang buah hati memintanya agar tetap hidup, sehat, serta dapat menjaganya hingga tumbuh besar dengan terus memberinya rasa kasih sayang.
|
Your Sweet Daughter |
Sebagai mantan perokok dan calon ayah, membayangkan adegan itu saja sudah cukup membuat kalbu ini remuk. Barangkali saya akan benar - benar menyesal dan berharap dapat kembali pada saat pertama kali saya membakar batang tembakau itu untuk segera menampar diri saya yang masih muda dan hilang arah yang telah berhasil membikin sedih buah hatinya sendiri.
Keterjangkauan Rokok vs. Telur
dr. Santi Martini mengemukakan terkait prevalensi anak - anak yang merokok berdasarkan data Riskesdas 2007 yang kemudian dibandingkan data di tahun 2013 maka dapat dikatakan masih belum banyak perubahan. Lebih jauh lagi untuk mundur ke belakang dalam survey yang dilakukan pada tahun 1995 dan dibandikan pada data Riskesdas 2007 pun juga mendapatkan hasil yang serupa: tidak banyak perubahan. Hal yang menjadi sorotan adalah pada data kelompok responden dalam rentang usia 15 tahun sampai dengan 24 tahun ditemukan angka prevalensi yang justru meningkat hingga dua kali lipat.
Sebuah lelucon mengapa angka - angka ini tidak banyak berubah adalah karena hingga saat ini harga sebatang rokok jauh lebih murah dibandingkan dengan harga sebutir telur. Bahkan untuk ukuran anak TK sekalipun dengan uang saku yang tiap hari dibawanya pun masih mampu untuk membayar sebatang rokok. Ini menjadi pukulan telak dimana harga benda bergizi dan bernutrisi masih lebih mahal dibandingkan harga beracun. Lagi - lagi,
#rokokharusmahal.
dr. Santi menambahkan pada hasil survey pada anak - anak SMP di Surabaya adalah rata - rata anak mengantongi uang sebesar Rp. 8000 sebagai uang saku mereka ke sekolah. Bahkan tidak menutup kemungkinan rokok dapat dijual pada warung atau kios kecil yang terletak bersebelahan dengan gedung sekolah. Beliau menambahkan bahwa rokok juga selayaknya tidak boleh dijual dan terjual secara eceran serta harus ada regulasi bahwa rokok dapat dijual pada sembarang tempat.
Ruang gerak penjualan produk tembakau tersebut selayaknya harus sangat dibatasi karena benda ini dipasarkan dan didistribusikan sangat masif dan mampu menjangkau retail terkecil sekalipun. Anda bisa melihat bagaimana rokok tersebut dijual sangat mudah dengan cara terpanggul atau tertenteng pada pundak pedagang asongan. Anda juga bisa saja mencoba survey kecil - kecilan: berapa persenkah warung/kios/toko yang berada dalam radius rumah ada yang memilih untuk tidak memperdagangkan rokok. Likely zero, right?
Hal senada disampaikan oleh Priyono, perwakilan dari Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur yang hadir sebagai peserta, yang mengutarakan bahwa dirinya sangat setuju apabila #rokokharusmahal. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa anak - anak sebagai konsumen dan warung tempat berbelanja rokok telah mengantisipasi pelarangan penjualan rokok batangan dengan cara patungan atau 'urunan'.
* * *
Lembaran memori kembali terbuka ketika salah seorang penelpon dari Sintang, Kalimatan Barat memilih curhat mengenai efek rokok pada wajah. Bapak Bima namanya. Beliau menceritakan tentang adiknya yang perokok yang kini wajahnya menjadi terlihat lebih tua dibandingkan dirinya yang notabennya bukanlah seorang perokok. Saya mendadak cengar - cengir menghadap layar handphone yang telah terbuka aplikasi kamera depannya.
Apakah saya juga ikut menjadi terlihat lebih tua?
* * *
Cukai Rokok: Pengendali Yang Masih Loyo
Dalam sesi selanjutnya, mbak Lisda menyatakan bahwa komitmen kita, sebagai masyarakat yang peduli terhadap bahaya rokok, untuk melindungi anak - anak Indonesia adalah dengan menaikkan harga rokok setinggi mungkin. Pemerintah, yang dalam hal ini sebagai pemegang kebijakan, adalah pemegang kekuasaan untuk mengubah harga rokok dengan cara menaikkan besaran cukai rokok berdasaran Peraturan Menteri Keuangan. Pada tahun 2017, cukai rokok mengalami kenaikan sebesar 10,4% dibandingkan pada cukai sebelumnya. Mbak Lisda turut menyinggung bahwa pengeluaran rokok menduduki posisi kedua dalam beban belanja rumah tangga, setelah beras. Pengeluaran keluarga miskin untuk rokok jauh lebih banyak dibandingkan kebutuhan dasar untuk anak - anak, seperti pangan, pendidikan, hingga kesehatan.
Dalam artikel pada portal KBR tertulis bahwa Yayasan Lentera Anak dan FCTC Warrior meluncurkan Katalog Harga Rokok. Katalog ini memantau 10 merek rokok di 49 warung di 19 kota di Indonesia. Pemantauan harga dilakukan pada Desember 2017 dan Februari 2018. Pemantauan ini menemukan dari 19 kota, harga rokok hanya naik di 6 kota saja yakni Pekanbaru, Bandar Lampung, Jember, Pandeglang, Langsa, dan Mataram (
It is my hometown!). Kenaikan tertinggi nilainya 500 Rupiah per batang. [
KBR, 30 Mei 2018]
Saat mbak Lisda membahas cukai rokok, saya teringat dengan kalimat: "
Menargetkan penerimaan cukai dari rokok sama saja dengan melegalkan candu dan kecanduannya. Ini justru menjadi sumber masalah baru". Mbak Lisda mengatakan bahwa negara tidak dapat menjadikan penerimaan cukai rokok sebagai target pemasukan. Adapun penerimaan dari cukai merupakan sebuah bonus pemasukan. Cukai sendiri hanya diberikan kepada barang yang berdampak buruk kepada masyarakat sehingga pengenaan cukai adalah upaya pengendalian serta menekan konsumsi. Dengan pemberian cukai maka itu berarti barang itu adalah barang yang sah untuk diperjual-belikan tetapi sebenarnya bukan barang yang biasa. Berdasarkan UU Nomor 39 tahun 2007, barang - barang yang terkena cukai antara lain etanol atau etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan tentu saja hasil tembakau.
Dalam UU 39/2007 tersebut, rokok dan minuman beralkohol (minol) adalah barang yang wajib memiliki cukai, namun hanya minol saja yang mengharusnya penerbitan surat izin untuk usaha perdagangannya. Minol tidak dapat diperdagangan secara gamblang, berbeda sekali dengan rokok dan varian olahan tembakau lain yang dapat ditransaksikan secara bebas mulai dari toko grosir raksasa hingga pedagangan asongan yang dapat menyelinap ke dalam lorong bus malam. Lalu, mengapa harus ada perbedaan pembatasan dari dua jenis produk yang sama - sama harus mengandung cukai tersebut?. Inilah yang perlu kita pikirkan agar dapat segera dorong pemerintah untuk menerbitkan peraturan guna mengendalikan 'distribusi' rokok yang hari ini sangat liar tersebut. Dengan pengendalian penjualan rokok ini tentu akan membawa dampak positif dalam penegakan larangan untuk menjual rokok bagi anak di bawah usia delapan belas tahun.
Rokok dan Siklus Lingkaran Setan
Lingkaran Setan. dr. Santi menyebutkan keterkaitan antara rokok, orang dewasa, dan perokok anak sebagai Lingkaran Setan. Seperti layaknya batang rumput, apabila tidak dicabut hingga ke akar maka rumput akan terus tumbuh dan menghijau, bahkan akan cepat menyebar. Rokok pun demikian. Zat adiktif yang dikandung membuat pemangkasan angka prevalensi rokok ini cukup sulit dilakukan. Anak muda yang masih buta serta penuh gelora dan selalu ingin mencoba adalah sasaran empuk bagi perusahaan rokok.
Dapat saya tangkap bahwa, sebatang silinder rokok ini tidak hanya berbahaya bagi si perokoknya, tetapi juga orang - orang terdekat dan tercinta mereka. Apabila sang orang tua, lebih khusus bapak dari keluarga tersebut adalah perokok, maka sebenarnya ia tidak hanya mengancam kesehatan dari anggota keluarganya sendiri, tetapi juga masa depan dari anak - anaknya. Uang mubazir yang dikeluarkan hanya untuk dibakar tentu jauh lebih bermanfaat apabila dipergunakan oleh anak - anaknya pada kegiatan positif seperti pendidikan tambahan ataupun tambahan nutrisi gizi. Problem ini akan semakin parah jika sang anak-yang mungkin belum memiliki penghasilan-juga ikut merokok. Anak yang telah tersandera masa depannya akibat menjadi perokok pasif dan keterbatasan ekonomi, juga semakin terancam terkena penyakit bahkan hingga kemungkinan menurunnya kecerdasaran akibat menjadi perokok aktif. Lantas, kesempatan apalagi yang masih dimiliki anak - anak itu untuk memperoleh masa depan yang lebih baik?
Kembali kepada kebijakan organisasi Muhammadiyah di atas, memang tepat apabila permasalahan edukasi bahaya rokok ini tidak hanya terfokus kepada para pecandu rokok saja tetapi juga bagi masyarakat yang belum dan tidak merokok. Terkhusus pada generasi muda (anak - anak) yang sejak awal sudah dibidik oleh produsen rokok untuk menjadi generasi-perokok-selanjutnya memang perlu dikuatkan dan dipertebal lagi wawasannya agar komitmen untuk menjadi generasi emas dengan paru - paru yang bersih dapat tercapai.
Di sisi lain, saya melihat pandangan yang cukup berasalan dan perlu diperhatikan dalam mengkaji
#rokok50ribu ini yang sempat diutarakan oleh peserta yang bernama ibu Afi. Saya sependapat bahwa kita juga harus siap mengantisipasi efek samping yang cenderung menuju ke arah negatif apabila rokok akan menjadi mahal nantinya. Rokok adalah benda yang tidak lain hanyalah candu semata. Sementara candu tersebut tidak akan serta merta pudar tanpa melalui proses yang panjang nan sulit. Saya merasa masyarakat yang memang peduli tentang bahaya rokok ini harus mendukung penuh dan berperan aktif apabila harga rokok yang mahal menjadi kenyataan. Bantuan konseling, tausiyah atau dakwah, dan dukungan moral adalah hal yang sangat diperlukan bagi para perokok yang sudah bertekad bulat ingin mengakhiri persahabatannya dengan produk tembakau.
Sebagai mantan perokok, nampaknya saya kalah bersaing dengan para perokok
vape/
vaping yang dimana mereka sangat bangga membangun dan menampilkan diri sebagai komunitas pecinta asap. Sementara kami yang sudah sukses menjadi pembenci asap nikotin masih malu - malu untuk tampil kehadapan publik. Saya rasa
KBR dapat menghadirkan narasumber yang memang mantan perokok agar para calon-mantan-perokok dapat lebih memantapkan diri bercerai dari kepungan asap rokok.
Peran WHO, Pemerintah, dan Stakeholder Lainnya Dalam Pengendalian Rokok
Mbak Lisda mengatakan bahwa WHO sebenarnya telah menyepakati menaikkan harga rokok adalah salah satu dari empat cara pengendalian konsumsi tembakau yang sangat prinsipal, dengan tiga hal lainnya adalah penetapan kawasan tanpa rokok, larangan iklan rokok, dan peringatan pada bungkus rokok. Keempat strategi ini seharusnya berjalan bersama - sama.
Ditambahkan oleh dr. Santi, sebenarnya pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang larangan penjualan rokok bagi anak usia di bawah 18 tahun. Kalimat ini telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 pasal 25. Bahkan pada beberapa pasal dalam PP tersebut dapat dijumpai banyak kata kunci tentang perlindungan anak seperti pada pasal 48 ayat (1) yang berbunyi: "
Dalam rangka memberikan perlindungan kepada anak terhadap bahaya bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan posko pelayanan selama 24 (dua puluh empat) jam".
Salah satu komitmen terbaru adalah melalui Kepala Kantor Staf Kepresidenan KSP Moeldoko yang mendukung komitmen pemerintah dalam pengendalian konsumsi rokok di Indonesia. Beliau juga sepakat dengan gagasan yang diajukan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang menemuinya pada saat itu, Kamis, 12 Juli 2018. [
KBR, 12 Juli 2018]
Di samping itu, sehari sebelum tanggal delapan belas Juli, saya sempat melihat pada portal berita KBR bahwa rokok seharusnya dibandrol pada angka Rp. 70.000. per bungkus. Ditambahkan dalam konfrensi pers Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PJKS-UI) bahwa dengan angka tujuh puluh ribu ini terdapat 74% perokok yang siap berhenti merokok [
KBR, 17 Juli 2018]. Dengan
release ini, maka nampaknya kita harus segera mengganti
tagline kita yang semula
#rokok50ribu menjadi
#rokok70ribu.
Closing Statement Serta Next Project
Menjelang ujung acara, Dr. Sophiati menambahkan bahwa dampak rokok kini justru bertambah dengan kasus
stunting yang dimana menjadi salah satu dalam empat problem terbesar di Indonesia. Salah satu hal yang perlu digaris bawahi adalah stunting juga menyebabkan kecerdasan itu menurun. Nah, bagi kawan - kawan yang ingin mendengarkan dan menyuarakan bahaya rokok dan
stunting, menurut informasi dari moderator, KBR akan kembali menggelar hajatan Ruang Publik pada tanggal 25 Juli 2018 dengan tema '
Rokok Murah Mempromosikan Stunting'. Portal berita KBR sendiri pernah mengulas kasus
stunting dalam artikel yang berjudul
Balada Ela dan Dedi, Keluarga Perokok dengan Anak Stunting. [
KBR, 06 Juli 2018]. Bagi anda yang ingin mendengarkan siaran KBR ini melalui
online, akan saya ulas di bagian bawah.
Pada
closing statement, dr. Santi menyatakan bahwa iklan adalah salah satu fokus tambahan kita saat ini disamping
tagline utama
#rokokharusmahal. Muara dari pengendalian rokok ini sejatinya adalah ketahanan bangsa. Dr. Sophiati menyatakan Muhammadiyah dan Aisiyah akan terus mengawal fatwa tahun 2010 tersebut terutama bagi yang belum merokok. Sementara mbak Lisda meminta dukungan kepada anak - anak di seluruh Indonesia untuk mendukung kenaikan harga rokok setinggi mungkin dengan cara menandatangai petisi
#rokokharusmahal pada halaman change.org.
Dapat saya tarik beberapa poin penting selama acara berlangsung. Sebagai masyarakat yang ikut merasakan dampak negatif dari rokok kita harus mendorong pemerintah untuk lebih mengawasi implementasi kawasan bebas rokok serta penerapan regulasi lainnya terkait perlindungan akan bahaya rokok terhadap anak - anak. Di samping itu, pemerintah selayaknya dapat menerbitkan peraturan baru untuk membatasi dan mengatur distribusi rokok, khususnya pada sekitar kawasan bebas rokok seperti tempat pendidikan. Tempat pendidikan negeri juga dapat mengadopsi langkah - langkah yang telah diterapkan oleh organisasi Muhammadiyah dalam rangka menekan munculnya perokok di bawan umur serta guna menurunkan perokok pada kalangan kepala rumah tangga.
Pada akhirnya, saya pun harus mendukung kampanye ini. Bukan hanya untuk diri saya sendiri. Tentu saja saya harus melindungi anak - anak yang barangkali akan segera dititipkan oleh Tuhan kepada saya.
Segera! Tanda Tangani Petisi #rokokharusmahal
Anda dapat langsung menuju link berikut :
change.org/rokokharusmahal atau dapat mengunjungi halaman tersebut melalui widget di bawah ini.
Streaming Radio KBR Via Online
Seperti yang telah saya janjikan di atas, bagi rekan - rekan yang di daerahnya tidak terdapat radio lokal yang me-
relay siaran radio
KBR sejatinya tidak perlu berkecil hati. Anda cukup memiliki jaringan internet yang stabil (saya rasa mayoritas kita sudah terfasilitasi oleh jaringan 4G) dan membuka laman portal KBR pada
http://kbr.id/. Pada bagian sebelah kanan atas, terdapat kotak merah yang bertuliskan "LIVE NOW", seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
|
Tombol LIVE NOW terdapat pada bagian kanan tampilan portal KBR |
Apabila anda klik, maka akan muncul tampilan
pop-up baru. Tidak perlu khawatir, karena jendela itu bukanlah iklan, namun jendela modul
streaming dari radio KBR itu sendiri. Anda dapat masuk ke dalam KBR melalui akun facebook yang anda miliki atau anda dapat melewati proses
login tersebut dengan menekan pilihan di bawahnya '
Skip this for now'.
|
Tampilan awal modul aplikasi streaming radio KBR |
Maka anda akan dibawa langsung menuju modul aplikasi
streaming KBR. Apabila
streaming tidak otomatis berjalan, anda dapat mencari tombol
play dan menekannya.
Viola!, anda sudah terhubung dengan jaringan radio KBR.
|
Tampilan modul aplikasi streaming radio KBR |
Sementara saya sendiri kemarin mendengarkan
live streaming melalui perangkat android, karena saya sedang bertugas di luar ruang kantor dalam kegiatan Sidang Tera/Tera Ulang di salah satu pasar tradisional di kota Mataram. Dengan cara yang hampir serupa, yakni dengan mencari tombol "LIVE NOW" maka saya dapat mendengarkan siaran KBR secara
mobile.
|
Tampilan streaming radio KBR melalui handphone android dengan aplikasi Chrome |
Menurut informasi dari KBR, masih terdapat tiga seri lagi terkait
#rokokharusmahal yang masih mengantri untuk dikupas. KBR juga memiliki beberapa agenda lain di samping tentang rokok. Apabila rekan - rekan menjadi
followers di Instagram-nya, maka anda dapat melihat informasi - informasi terbaru lainnya termasuk beragam
talkshow yang mengudara melalui KBR.
I′d love to believe it′s all about love for a child
It was all about love..
*end of the song*
- Love For a Chid, Jason Marz