/ 2018-06-30

CORRECT ME IF I WRONG

Apakah saya melewatkan sesuatu?

Bingung, bingungku memikirnya
Wow. Balik ke halaman blog untuk kembali eksis malah menimbulkan pertanyaan. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat untuk vakum. Banyak sekali demografi yang berubah dari statistik blogger. Monggo untuk dijawab, karena saya benar - benar larut dalam kebingungan.

TLD (Top Level Domain)
Wow. Sudah banyak rekan - rekan blogger yang mempergunakan layanan TLD untuk memper-profesional-kan blognya. Sebenarnya, saya sudah memiki TLD, dulu. Tetapi karena gagal paham bagaimana cara setting, hanguslah domain itu.

Endorsement
Dulu, kegiatan mencari 'receh' di internet sangat didominasi oleh permainan adsense atau banner. Aktifitas antara blogger dan advertiser kini saya rasa sudah masuk ke dalam babak baru: menjadi tulisan/postingan. Saya pernah melihat website penyedia jasa layanan itu seperti iBlogmarket. Saya lihat juga salah satu persyaratan di iBlogmarket adalah TLD. Waduh, saya blogspot saya masih nempel. Apakah masih ada website lain untuk saya mencari uang jajan dari ngeblog?

Jujur saja, awalnya saya sangat kaget: mengapa tema/materi tulisan antar blogger kok mirip semua?

Ibuk - Ibuk
Inilah tempat saya benar - benar mengerutkan kening. Apresiasi saya kepada blogger kaum hawa: daya juang yang tinggi. Sebuah blog, dengan TLD, banyak endorsement-nya, dan dikelola ibu - ibu. Luar biasa. Belum lagi, mayoritas blogger perempuanlah yang keluar sebagai pemenang lomba blog.

Tepuk tangan untuk ibu - ibu
Saya hampir sulit mencari nama - nama yang mengandung kejantanan dari daftar komentar. Kemana sih para lelaki ini? Ckckckck.

Pesan Saya
Tenang, ibu - ibu dan rekan - rekan yang cantik sekalian. Saya tidak melihat gender dalam membombardir komentar. Hobi saya adalah browsing, blogwalking, dan menyebar benih - benih komentar dalam tulisan anda. Mohon maaf jikalau komentar saya cukup sederhana atau bahkan sama sekali tidak mengena.

So, will you correct me if i wrong?
_____________________________________________
Saya menulis ini dengan perasaan seperempat dongkol, banyak sabarnya. Untuk 'menang', ternyata artikel nggak butuh 'panjang'.

Nangis

/ 2018-06-20

LIBUR TELAH USAI

Libur telah usai
Lebaran telah berlalu
Ngantor pun dimulai
Pikiran kembali kelu

Ingin nambah libur
Pasti dimarah walikota
Daripada tunjangan dicukur
Bolehlah kita lapang dada

Terima kasih pada Ramadhan
Tahun ini ada sedikit peningkatan
Blog yang dulu aku tinggalkan
Kini hidup mau mati tak segan

Saya sebenarnya tidak punya rencana
Bercerita ngelantur melalui pantun
Apalah daya pikiran berkuasa
Begitu mengetik, rima yang tersusun

Ya sudah bapak ibu dan saudara
Saya sudahi saja prosa mini ini
Khawatir akan lari kemana mana
Pun malam larut menjelang pagi

Mataram, 17 Juni 2018

Mari kita menuju channel bola

/ 2018-06-17

BALI: KENANGAN KETENANGAN

Bali, sebagai salah satu magnet turisme Indonesia, memiliki ragam jenis hiburan untuk menghapus dahaga setelah lelah bekerja. Mungkin sebatas bersandar pada malam yang perlahan - lahan bergerak menuju larut sambil menikmati pertunjukkan gerak seni tari yang pernuh warna dan nada. Atau yang paling simpel adalah terhujani sinaran matahari pagi saat duduk bersila di atas bibir pantai sembari berharap jelaga penat itu dapat larut bersama jejeran ombak yang silih berganti mengejar daratan.

Hiburan malam yang menjamur di sepanjang Jalan Legian, bercengkrama dengan ekosistem laut pada spot snorkeling di Nusa Lembongan atau Padangbai, menghirup sejuknya kabut Danau Bratan di Bedugul, hingga berburu penampakan sekawanan lumba - lumba di Lovina adalah pilihan yang patut dipertimbangkan untuk masuk ke dalam to do list in Bali. Buat yang sudah memiliki anak buah, tidak ada salahnya untuk menjajal wisata yang ber-genre edukasi seperti Bali Safari and Marine Park atau Bali Bird Park. Tidak sampai disitu, Bali juga menawarkan titik - titik romantis bagi para pasangan muda untuk memahat kenangan manis dalam bulan madu mereka. Mengejar sunset di Seminyak atau Jimbaran hingga mencicipi sensasi legitnya kudapan ala dinner di Kuta dapat menjadi pilihan sebagai langkah pertama dalam membina rumah tangga.

Sebagai salah satu tempat wisata iconic di Indonesia, jumlah slot penerbangan yang menghubungkan kota - kota besar di Indonesia dengan pulau Bali sudah tidak terhitung jumlahnya. Bahkan, bandara Ngurah Rai kerap disebut sebagai tempat transit akibat baiknya interkoneksi trip penerbangan dengan wilayah lain.

Tahun 2017 lalu, saya dan istri menyempatkan diri berlabuh di Bali untuk menjalani bulan madu yang tertunda hingga dua tahun lamanya. Anda tidak perlu berekspektasi banyak bagaimana cerita kami waktu itu, karena kami sedang dalam posisi on-budget, hehe. Meskipun kami hanya bertempat tinggal di pulau seberang, Lombok, tetapi waktu itu saya masih buta akan objek wisata di pulau Bali.

I visited GWK. Hanya saja, waktu itu belum terjadi progres yang signifikan seperti yang sempat viral pada beberapa hari belakangan ini. Tanah Lot pun saya hampiri. Sayang, karena pasang air laut, kami tidak dapat berbuat banyak. Dua hal yang juga sempat saya nikmati adalah memacu roda dua kami pada Bali Mandara Toll Roadone and the only one jalan tol di atas laut serta menilik pantai Pandawa yang mungkin tidak akan sanggup saya lupakan betapa menggoda pemandangannya.

Pantai Pandawa | Pribadi
Jika ditanya: apakah saya akan kembali bertandang ke pulau Bali? Tegas saya menjawab, Yes, I have to. Ada pleasure yang belum sepenuhnya dapat saya rengkuh dari pulau ini. Seperti ada hutang yang belum terbayarkan sehingga belum lunas rasanya saya menapak di Bali kemarin.

Thanks to BENOA SEA SUITES & BENOA BAY VILLAS, yang telah memecut imajinasi saya untuk mencari target destinasi apabila saya berkesempatan singgah ke Pulau Seribu Pura itu sekali lagi. Terbesit dalam benak saya untuk mencari tempat wisata unik di Bali, seunik mungkin sehingga bisa menyebabkan saya kecaduan untuk datang berulang kali. Pantai, bukit, pegunungan, landmark, atau justru hal sederhana seperti menginap di salah satu villa Bali? Who knows. It is my taste dan barangkali anda malah teresonansi untuk memikirkan hal yang sama.

Masjid Besar Al - Hidayah, Bedugul.
Siapa bilang tidak ada masjid di Bali. Justru masjid ini berdiri megah di tepian danau Bratan, Bedugul, tidak jauh bersanding dengan Pura Ulun Danu Bratan. Pada titik ini saya akan merasakan desiran angin khas pulau Bali, sejuk alamnya dan sejuk toleransinya. Dua tempat ibadah ini menunjukkan bagaimana rasa menghargai antar umat beragama hadir sebagai penengah.

Saya menyambangi masjid ini di tahun 2014. Untuk mencapai masjid, jalannya cenderung mendaki. View yang ditawarkan oleh halaman masjid ini harus saya akui sebagai salah satu lanskap terbaik yang ada di Bedugul. Anda dapat puas menyapu pandangan anda dan mendapatkan dua ujung danau dalam satu pandangan saja. 

Pura Ulun Danu Bratan dari pelataran Masjid | Pribadi

Masjid ini adalah tempat pertama yang akan saya agendakan untuk dikunjungi, ya kira - kira sekitar waktu shalat Dzuhur alias tengah hari sebelum check in pada tempat penginapan. It will be a good deed untuk mengawali perjalanan membelah pulau Bali. Dari sini, kita mulai bermunajat agar hingga tiba di rumah nanti, kita tetap diberikan keselamatan dan kesehatan.

Hamparan Sawah Berundak, Jatiwulih, Tabanan
Catatan: datanglah pada waktu yang tepat. Pengalaman saya di Lombok, yang juga masih banyak areal persawahannya, anda baru akan mendapatkan sensasinya secara sempurna ketika barisan padi sedang tumbuh dan hijau - hijaunya (kira - kira  satu bulan setelah masa tanam).

Sumber : expedia.com.sg
Saya akan meluangkan waktu pada pagi hari untuk menikmati pancaran matahari muda menerobos kabut tipis persawahan. Berada pada ketinggian 650 - 700 meter di atas permukaan laut, Jatiwulih di pagi hari menawarkan kesejukan yang jelas tidak akan ditemukan di kota - kota besar yang sudah lazim ditanami pondasi - pondasi pencakar langit. Inilah salah satu tempat wisata unik di Bali.



Saya biasa mengasingkan diri pada pekatnya kehijauan area pertanian untuk sekadar mencari ilham tentang tulisan. Ide - ide itu sering muncul terbawa angin yang semilir mendesis menggesek untaian bulir - bulir padi tercampur dalam gemericik irigasi. Ada tenang yang singgah dalam rongga kepala, memupuk dahan - dahan nalar itu akhirnya berbunga menjadi buah pikiran.

Nothing but Screaming, Parasailing, Benoa
I'm just a fan of Korean's variety show, Running Man. Saya telah menyaksikan beberapa hal 'gila' harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu misi. Parasailing salah satu di antaranya. 'Menikmati' hamparan pasir putih dari ketinggian sembari memompa adrenalin akan menjadi catatan tersendiri dalam hidup saya; i have a ball, man!.

Parasailing dapat ditemukan pada Tanjung Benoa Bali, yang dimana juga satu area dengan vila keluarga di Bali yakni Benoa Bay Villas. Watersport ini rasanya cocok bagi anda yang membawa pasangan atau family, ada yang mengudara sementara ada juga yang mengabadikan sambil tertawa melihat raut muka pucat anda.



Berburu Sunset di Jimbaran atau Kuta
Cukup mainstream apabila kita berlibur ke Bali dan berburu matahari yang terbenam. Lombok pun saya rasa juga memiliki daya pikat untuk urusan yang satu ini. Apalagi ketika matahari tengah beredar pada garis lintang utara sehingga matahari akan jatuh bersembunyi pada tubuh gunung Agung, Bali. Lantas mengapa saya tetap memilih mengejar sunset di Bali?

Karena saya ingin memetik pengalaman sembari mengamati para sunset hunter dalam mengabadikan momentum satu hari sekali tersebut; bagaimana mereka menumpahkan kreativitasnya dalam bidikan lensa kamera. Tidak jarang, satu atau beberapa raut wajah turut memenuhi layar kamera; dan jika dilakukan oleh profesional maka hasilnya tidak akan mengecewakan. Dan tidak perlu diperdebatkan lagi, dengan jumlah turis yang jauh lebih banyak berada di Bali (dibandingkan di Lombok) maka akan banyak pengalaman yang didapatkan.

Sunset di Kuta | Pribadi
Berbelanja kata - kata, Kaos Oblong Bali
Belum lengkap rasanya apabila tidak membeli cinderamata untuk mengenang momen terbaik saat berlibur. Terlebih lagi, Bali yang memang menjadi surganya para pelancong, sudah tentu menyediakan ragam corak buah tangan untuk melengkapi perjalanan liburan. Jenis dan harga pun dapat bervariasi, ada yang cocok dengan perekonomian saku belakang celana sampai dengan benda - benda rumit yang memang diperuntukkan bagi para kolektor.

Apabila saya berkesempatan datang ke suatu kota, terutama kota besar, saya senang berbelanja kaos dengan nama kota yang tersablon di bagian mukanya. Entah mengapa saya justru merasa pede dan bangga bisa menggunakan kaos jenis tersebut; itu artinya saya pernah berkunjung ke sana. Namun, salah satu nilai tambah dari salah satu brand kaos oblong Bali adalah adanya kata - kata pemanis yang memang sengaja dihadirkan agar produk tersebut lebih meriah dan diperhatikan. Terlebih saya juga memang hobi menulis dengan permainan kosakata. Tidak jarang, kalimat - kalimat yang tercetak pada kaos - kaos tersebut menghadirkan inspirasi baru dalam merias sebuah tulisan.

Salah satunya adalah merk yang outletnya terletak di kawasan Kuta dengan tagline 'Pabrik Kata - Kata' di muka tokonya. You know lah.

Sunrise di Tanjung Benoa Bali
Akhirnya, sejak tadi saya menahan untuk mengutarakan lokasi ini. Tanjung Benoa Bali, tempat dimana saya akan menghabiskan malam bertransformasi menjadi pagi. Matahari yang masih muda itu dapat membias dan bersatu dengan langit dalam bayang - bayang siluet pulau Nusa Penida yang melebur pada garis horizon. Sejenak kemudian fajar itu berubah menjadi jingga.

Credit to thomaschedang | Sumber disini
Ada ketenangan ketika memandang sang surya yang baru mulai belajar merangkak menuju ubun - ubun hari. Hawa sejuk yang masih lengkap dengan ketenangannya dengan ditambah lantunan irama riak laut yang tipis menderu seraya memburu tepian daratan. Saya jamin anda akan semakin larut pada pagi yang tengah landai itu jika sembari memainkan instrumental milik Yiruma dengan judul Kiss The Rain di tengah ruang dengar. Segala beban pekerjaan, pikiran yang membelukar, sejenak akan tertinggal pada kolong waktu dan gaung denting piano. Impian saya ini baru akan terwujud sempurna apabila saya memiliki kesempatan untuk bermalam pada Benoa Sea Suite and Villas yang terletak di Tanjung Benoa Bali.

Sekilas Tentang Benoa Sea Suite and Villas, Gate to Sunrise
Sebuah resort yang beralamat pada jalan Pratama Tanjung Benoa yang menawarkan dua jenis fasilitas penginapan: Suite dan Villa. Para reviewer dari Tripadvisor memberikan nilai rata - rata 4 dari 5. Sementara pada situs teman traveling dalam negeri, Traveloka, Benoa Sea Suite and Villas berhasil mengantongi score 9,1/10 dengan predikat Superb berdasarkan 126 reviewer. Mayoritas mengatakan sangat puas dan akan segera kembali lagi. Kebersihan, jasa pelayanan atau service, sertanya kenyamanan adalah unsur - unsur yang mendapatkan nilai solid sempurna; dan ini juga menjadi modal utama bagi para pelancong yang ingin menghabiskan waktu dalam pelukan keheningan pulau Bali.

Sunrise dari balkon Benoa Sea Suite and Villas | Credit to Paula B, Tripadvisor, Sumber disini
Secara umum fasilitas yang didapatkan dari tempat bermalam ini adalah room service, breakfast, private bathroom, televisi layar datar, serta tempat tidur yang berdimensi King Size. Untuk tipe Suite, kita dimanjakan dengan hadirnya private Jacuzzi yang bersebelahan dengan teras menghadap birunya laut. Anda akan memilih 'amazing' sebagai kata pertama yang anda tulis pada lembar diary honeymoon anda jika anda membuka kunci salah satu kamar dari 12 unit yang tersedia.

Teras Tipe Suite | Benoa Sea Suite and Villas
Suanasa di dalam kamar Tipe Suite | Benoa Sea Suite and Villas
Sementara itu, untuk tipe villa yang tersedia dalam 13 unit, kita tidak hanya akan mendapatkan kamar yang lebih luas tetapi juga dinning area bahkan kolam renang privat untuk masing - masing pengunjung.

Suasana kamar dan fasilitas dari tipe Villa | Benoa Sea Suite and Villa 
Untuk reservasi, kita dapat dengan mudah menemukan tempat ini pada situs - situs traveling kenamaan seperti Tiket.com, Traveloka, Booking.com, atau Agoda. Anda juga bisa melakukan pemesanan secara langsung pada halaman online resmi milik Benoa Sea Suite and Villas. Apabila anda sedang dalam kejaran calon mertua untuk menyusun rencana pernikahan, bulan madu khususnya, maka resort ini dapat anda temukan pada halaman Bridestory di bawah naungan The Premier Hospitality (Premier Hospitality Asia).

Premier Hospitality Asia
Premier Hospitality Asia (PHA), yang menjadi induk dari Benoa Sea Suite and Villas serta Benoa Bay Villas, adalah penyelenggara manajemen pelayanan/service penginapan yang memang memiliki spesialisasi pada jenis boutique villas dan resorts. Tidak tanggung - tanggung, Premier Hospitality Asia telah melebarkan sayapnya tidak hanya Bali, tetapi juga di Jakarta, hingga ke Malaysia.

Di pulau Bali saja, terdapat 13 lokasi properti penginapan yang bernaung di bawah payung manajemen PHA. Lokasi tersebut berada di Nusa Dua, Seminyak, Canggu, Ubud, dan tentu saja Tanjung Benoa Bali. Melihat fakta ini maka saya tidak ragu mengapa Benoa Sea Suite and Villa memiliki nilai kepuasan yang tinggi pada situs - situs perjalanan mengingat pengalaman dari pihak manajemen yang tidak dapat dipandang sebelah mata.

Benoa Bay Villas, It's Family Time
Sebagai informasi tambahan, ternyata Benoa Bay Villas, yang juga merupakan salah satu akomodasi milik Premier Hospitality Asia yang terletak di Tanjung Benoa Bali, memiliki nilai review yang sangat baik pada situs traveling. Pada Traveloka, Benoa Bay Villas mengantongi rating 9,0/10 dengan predikat Impresive. Sementara pada situs Booking.com, villa keluarga di Bali ini memperoleh nilai 8,7/10. Tripadvisor sendiri mengkalkulasikan poin reviewer pada 4,5/5 dimana 81% penilai memberikan nilai tertinggi yakni 'luar biasa' bagi resort yang beralamat pada Gang Setra Gandamayu III, Jalan Pratama, Benoa ini.

Dermaga pada Benoa Bay Villas | Benoa Bay Villas

Terdapat dua fasilitas villa pada Benoa Bay Villas, yakni Villa Sunset dan Villa Cempaka. Masing - masing memiliki 3 kamar tidur serta yang tak kalah penting ialah kolam renang. Dengan latar belakang teluk Benoa di sebelah barat, maka aktivitas berburu matahari terbenam akan terasa lebih eksklusif.

Villa Sunset | Benoa Bay Villas
Villa Cempaka | Benoa Bay Villas

So, do you wanna try? Menyaksikan matahari memahat hari baru yang masih kosong dalam keheningan. Karena sang surya hanya akan menghadiahkan pancaran tercantiknya bagi pasang mata yang menghargai waktu; yaitu pagi.

Banner

Tulisan ini diiukutsertakan pada kompetisi blog yang diselenggarakan oleh Benoa Sea Suite and Villas dan Benoa Bay Villas. Seluruh tulisan di atas adalah hasil karya personal dan original.
This article is included in the blog competition held by Benoa Sea Suites and Benoa Bay Villas Bali. Posts are original and personal work.


/ 2018-06-12

DITINGGAL

Ngeri - ngeri sedap sebenarnya. Kondisi komplek di lingkar lapangan voli mendadak vakum. Biasanya anak - anak sibuk memetik bunga dan menangkap kucing saya. Bapak - bapaknya berbincang, sambil menjepitkan selongsong rokok di kelopak bibirnya. Namun, terhitung hari Sabtu (10/6) kemarin, lapangan lebih lapang dari yang seharusnya.

Dari 17 rumah aktif berpenghuni, tersisa kami 3 KK. Sisanya mengandalkan kunci gembok yang terkalung di lubang pagarnya. Lampu jalan di biarkan menyala. Sesekali penjaga malam mendekati dan memindai untuk setiap jengkal tembok dan pintu luar kalau - kalau ada hal abnormal terjadi.

Sisa Pipa PAM

Saya ikut mengunci diri. Pipa besi bekas instalasi PAM (Perusahaan Air Minum) sudah terbaring di samping dipan. Lampu senter yang selalu tersembunyi di dalam lemari pun ikut menemani. Kami ditinggal mudik tetangga, sebuah kultur rutin sebelum hari raya. Kami kini berkawan sepi paling tidak hingga tujuh hari.

Mungkin ini beberapa tips bagi anda yang ditinggal mudik tetangga.

Patroli.
Jika sempat, sesekali patrolilah keliling komplek untuk memastikan keadaan. Saya tidak meminta anda untuk patroli keliling kota.

Tetap waspada.
Pasang selalu mata telinga anda. Kalau mau dilepas sebentar, ya taruh yang dekat - dekat sajalah.

Keep in touch dengan yang punya rumah.
Komunikasi itu penting. Tidak sedikit rumah tangga yang tidak harmonis cuma gara - gara miskomunikasi. Bicaralah dari hati ke hati bahwa anda sayang pada pasangan anda.

Namanya juga bertetangga. Jika tidak ada oleh - oleh pun tidak mengapa. Toh jika ada, akan tetap kami terima.

/ 2018-06-08

DERMAGA

Di Akhir Mei 2018
Dahan pohon nangka itu mengetuk - ketuk bingkai jendela. Tidak sekali, namun sepanjang menit dalam beberapa jam terakhir. Angin terus menggerakkan dahan - dahan yang sudah lunglai itu tanpa arah. Angin ikut meresonansi dawai - dawai kenangan, memetik lembar - lembar cerita yang sudah kupatri dan kurangkai pada dinding memori.

Daun - daun di luar saling bercumbu, semakin nyaring mereka bergesekan. Terkahir aku menikmati desau pohon - pohon yang ditiup angin adalah ketika masih beseragam putih abu - abu; dahulu.

Mei 2007
'Hari ini aku meninggalkan dirimu. Bukan karena aku mau, tetapi aku harus begitu. Aku harus ke Jogja, jika kau ingin bahagia. Empat tahun, ya empat tahun, bukanlah waktu yang sedikit dan tidak usah kau menghitungnya setiap menit. Aku tidak menjanjikan apa - apa, tetapi percayalah, aku akan kembali sebagai orang yang berbeda. Kau tetaplah tinggal di sini, sembari menanti aku segera kembali. Biar kuberkelana mengejar sarjana ini di sana.'

KMP Roditha, armada ASDP Indonesia Ferry, tengah bersandar pada dermaga dua di pelabuhan penyeberangan Lembar, Lombok | 2012

Frasa - frasa itu aku tautkan pada senja di ujung dermaga ini, barangkali tempat terakhir aku dapat melihat simpul senyummu dengan kedua bola mata ini. Lembar, tempat terakhir aku berpijak pada hangatnya pulau ini. Sementara, biduk besi ini mulai menaikkan sauhnya, pertanda aku mulai memupuk rindu.

Juni 2010
Aku merogoh saku jaketku; mencari pemercik api. Aku sudah berada pada dek paling atas dari kapal penyeberangan ini; agar bebas mengasapi pagi yang masih muda. Ingin aku berdiri saja dalam mengarungi selat Bali, setelah semalaman lebih hanya duduk dan bersandar pada kursi nomor sembilan bus malam jurusan Yogyakarta - Mataram. Tidak banyak yang berubah antara aku dan laut yang sempit ini; satu langkah pertama untuk membabat tumpukan rindu apabila tiba dengan selamat di dermaga seberang. Terhitung lima kali sudah aku menyeberang sejak aku meninggalkan rumah dan aku mulai terbiasa menyaksikan pucuk timur pulau Jawa yang semakin menjauh. 'Pagi ini tiba di Ketapang, so, nanti sore kita merapat di Padang Bai', pikirku.

Pelabuhan Ketapang | 2008

Matahari mulai timbul malu -  malu dan sinar hangatnya beranjak menusuk pelan. 'Seperti yang pernah aku rasakan'. Sejenak kapal ferry ini berlayar zig-zag semakin ke timur.

Suatu pagi pada pertengahan tahun 1997
Aku dan bapakku bersusah payah mencapai dek paling atas kapal penumpang ini; tempat dimana aku dapat melihat dengan bebas pendar emas mentari pagi yang diserap oleh punggung - punggung perbukitan di sebelah timur dari pelabuhan Lembar. Aku terus mengoceh bertanya kepada bapak apakah nama dari masing - masing bukit itu sembari menujuk satu persatu puncak - puncaknya, namun tidak digubrisnya. Lantas aku pun meredupkan kata - kata dan hanya melemparkan pandangan pada barisan bukit yang tengah bermandikan binar sang baskara yang belum terlampau tinggi. Entah apa menariknya, tetapi itulah mozaik terbaik yang aku bingkai dalam perjalanan menuju kediaman eyang di Yogyakarta.

KMP Ferindo 6, armada ASDP Indonesia Ferry, dalam tripnya menuju Pelabuhan Padang Bai, Bali dengan latar belakang perbukitan pada teluk Lembar | 2010

09 April 2014
Pertama kali dalam sejarah aku mengambil cuti setelah menyandang predikat sebagai pegawai. Pertama kali dalam sejarah aku masuk pintu kapal ferry untuk mengarungi selat Lombok menuju Bali pada pukul tiga dini hari; bisa kupastikan, tidak ada pemotor lain sebelum aku yang terlebih dahulu memenuhi lambung kapal. Untuk pertama kalinya aku bisa memilih kursi pada dek teratas secara bebas; karena tidak tampak satu pun batang hidung penumpang lain yang berada di sana. Mungkinkah kapal ini: kosong?

Kosong | 2014

November 2009
Suasana di atas KMP. Tandemand, kapal ferry legendaris milik ASDP Indonesia Ferry, rute Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa - Pelabuhan Kayangan, Lombok cenderung ramai. Padahal sebelumnya ramalan cuaca menyatakan probabilitas gangguan oleh cuaca buruk cukup tinggi. Tidak ada hal yang spesial sore itu tatkala mesin kapal mulai menderu. Masing - masing penumpang sudah mulai menyibukkan diri untuk membunuh kebosanan terombang - ambing di atas selat Alas yang dikenal cukup ganas. Aku memilih duduk di sekitar kafetaria dengan rencana memesan segelas kopi oleh sebab kelopak dan bulu mata ini sudah tidak mau bernegosiasi lagi; ingin segera terpejam saja.

Salah satu armada penyeberangan selat Lombok | 2010

Suasana dek kafetaria mendadak penuh gelak tawa ketika ABK memutarkan kompilasi sitkom Mop Papua: Epenkah Cupentoh pada layar televisi. Aku turut memeriahkan suasana yang terlanjur cair itu dengan menyumbangkan tawa dalam intonasi yang seirama. Baru kali ini aku merasa para penumpang yang berlatar berbeda dapat sepakat untuk tertawa tanpa mengorek suku dan strata. Hingga kapal tersandarkan dengan sempurna, tiada seteguk air hitam yang lewat kerongkonganku.

24 Januari 2017
Kami sudah dapat meneropong samar - samar sembari menerka kapal ferry apa yang sedang bongkar muat di Pelabuhan Poto Tano sejak tiba di percabangan antara Poto Tano-Sumbawa-Taliwang. 'Pada dasarnya, semua kapal ferry di lintasan ini baik - baik dan sehat - sehat saja. Namun tetap saja, ada yang terbaik dari sekumpulan individu yang sudah baik', begitu ujar saudara sepupu itu; yang sudah teratur pulang-pergi melintas selat Alas. Kami sejatinya sedang tidak diburu waktu, sehingga kami memutuskan untuk menepi pada sebuah toko waralaba yang berada sebelum pintu masuk pelabuhan seraya menunggu kapal ferry yang sedang bersandar untuk berganti.

Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa dengan KMP Belida, armada ASDP Indonesia Ferry, yang sedang tertambat pada dermaga satu. | 2017

Benar saja. KMP. Kromomolin milik ASDP Indonesia Ferry yang kami tumpangi mampu mendahului kapal ferry lain yang terlebih dahulu sudah berlayar satu trip sebelum kami. 

04 November 2015
Kami pun saling pandang. Tiket pesawat udara untuk kami kembali dari Jakarta menuju Mataram pada tanggal lima esok sore sudah ada di tangan. Namun pagi ini, kami dihentakkan oleh kabar bahwa Bandar Udara Lombok terpaksa tidak melayani penerbangan akibat debu vulkanik Gunung Rinjani yang menggantung pada wilayah udara pulau Lombok. Sejurus kemudian, hidangan sarapan pagi yang telah tersaji mendadak terasa hambar; di tepi lidah pun air terasa kecut.

Tidak bisa. Aku tak bersedia terdampar lagi. Aku tidak bisa mengulur waktu hanya untuk menanti kepastian akan kembali beroperasinya bandara; dan tidak seorangpun yang dapat meramalkan kapan dan ke arah mata angin mana abu - abu itu akan menghiasi langit nantinya. Aku harus pulang dan itu pasti.

15 Maret 2012
Bus malam kami tiba pada ujung jalan by pass Ida Bagus Mantra, Bali ketika matahari merangkak bersiap untuk terbenam. Mulutku terkatup tiada bersela dan pikiranku semakin bercabang menjadi belukar ketika menyaksikan puluhan kendaraan besar pengangkut barang berbaris rapi mengarah ke timur; tidak lain adalah pelabuhan Padang Bai. Padahal paling tidak masih ada beberapa kilometer lagi menuju loket tiket kapal di area pelabuhan.

Setiba kami di pintu masuk pelabuhan Padang Bai, kondektur bus dalam simpul senyum mengandung kerisauan mengabarkan tidak ada aktivitas penyeberangan hingga waktu yang tidak dapat ditentukan. Angin di luar memang bertiup kencang tiada berenggang. Muncul keraguan di antara penumpang lain, bahwa sekalipun menggunakan jalur udara, hasil pun akan tetap nihil; bahwa kami akan tetap terperangkap di Bali.

Empat setengah tahun bergulat dan akhirnya berhasil aku rengkuh kertas sakral bertanda tangan rektor; orang lazim menyebutnya sebagai ijazah. Dan aku, yang baru saja bertambah dua huruf namanya akibat gelar yang tersemat, terjebak di gapura terakhir sebelum masuk pekarangan rumah. Sepayah inikah perjalanan pulang bagi seseorang yang baru saja dicap sebagai sarjana? 

Tidak berhenti di situ. Baru saja aku turun dari masjid selepas menunaikan panggilan shalat Isya', sebuah panggilan telepon menggetarkan handphone-ku. Nama dari seseorang yang tidak biasa kuajak berbicara muncul di layar. Ia berkata bahwa ayah dari perempuan yang kelak aku dekap sebagai istriku, wafat magrib tadi. 

Dengan dihentikannya pelayaran dan terputusnya jalur udara, apa lagi yang bisa aku harapkan selain menelan perihnya tragedi ini.

08 November 2015
Keputusan memang telah ditentukan, bahwa kami mengubah rute penerbangan yang sebelumnya Jakarta-Mataram, menjadi Jakarta-Surabaya. Sekalipun kami memiliki kesempatan untuk terbang lebih mendekati Mataram dengan mendarat pada bandara Ngurah Rai, Denpasar yang juga terpaksa menerapkan sistem buka tutup mengantisipasi pergerakan abu vulkanik, kami tetap tidak ingin berjudi dengan ketidakpastian itu. Karena kami percaya, jalur darat-laut adalah jalur terbaik sebagai solusi problem ini.

Bus malam yang kami tumpangi dari Surabaya sejak senja kemarin telah tiba pada pintu masuk Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi subuh ini. Halaman parkir pelabuhan sudah cukup ramai dijejali barisan bus sarat penumpang. Aku lantas cepat menghakimi keadaan: kami pasti akan menunggu dan mengantri untuk waktu yang tidak sebentar. Dan waktu yang terus begulir menjadikan malam berbatas pada pagi.

Meninggalkan Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi dengan latar belakang Gunung Ijen | 2010

Lima tahun yang lalu, aku berjumpa pagi yang belum sepenuhnya bangkit dari pelukan malam di tempat yang sama, di sini. Aku biarkan pagi kali ini mengendap - endap membasahi wajahku dengan belaian cahayanya yang terurai di antara kabut. Aku tersenyum sambil bergumamam mengagumi, 'Kau tidak banyak berubah, wahai matahari muda'.

Bus kami akhirnya berhasil masuk manifes kapal penyeberangan Ketapang - Gilimanuk sekitar pukul sepuluh. Menanti hingga pukul sepuluh siang bukanlah hal yang mengejutkan bagiku. Aku pernah menanti hingga tiga hari tanpa bermodalkan kepastian. 

Pada penyeberangan lanjutan dalam lintasan Bali - Lombok, aku memilih untuk duduk memojok di luar ruangan bersama para penumpang lain berharap agar angin di lorong malam ini dapat merontokkan kegundahan yang timbul dalam beberapa hari terakhir yang telah berkecamuk dan terlanjur lekap di rongga dada. Malam turun dengan deras, bersemutkan gemintang. Kapal terus bergemuruh mencari daratan.

18 Mei 2012
Desas - desus mulai berhembus, bahwa hari ini syahbandar akan mencoba pelayaran pertama setelah empat hari vakum disegel cuaca buruk. Aku dan beberapa penumpang lain sudah sependapat: kami akan menyeberang dengan kapal pertama yang diberangkatkan, apapun itu. Kondektur bus kami pun sudah mengumumkan pada kami bahwa, bus diperkirakan memperoleh giliran masuk kapal ferry satu hari setelah pelabuhan kembali dibuka; karena sebenarnya sudah terdapat banyak kendaraan yang lebih dahulu parkir sebelum kami tiba kemarin. Aku mungkin tidak punya satu hari tambahan terkatung - katung di pelataran parkir pelabuhan penyeberangan ini. Sudah terlanjur keruh kalbu ini dikarenakan tidak dapat hadir pada saat pemakaman ayah dari calon istriku itu.

Pukul sebelas siang aku berjalan cepat dengan mengantongi tiket penumpang kapal penyeberangan menuju dermaga dua, berharap masih ada ruang untukku sebatas duduk bersandar pada rangkaian perjalanan yang kian menit kian melelahkan ini. Kutinggalkan sebagian barang - barang pada bagasi bus sembari aku titip pesan kepada sang pengemudi untuk sudi kiranya memberikan kabar apabila bus sudah tiba di Mataram esok hari. 

Kapal ferry itu bertolak menembus sisa - sisa amukan badai kemarin, membelah rentetan gelombang yang mengikat hati untuk tetap bermunjat dalam setiap kayuhan kapal ini melaju. Tidak pernah aku rasakan sebelumnya hempasan ombak setengah beringas yang menyebabkan kapal ferry ini berguncang tiada jeda. Namun, tekad bulat untuk segera kembali ke rumah lah yang menghapuskan kosakata 'takut' pada hari itu. Kapal ferry itu membelah laut dengan gagah dengan separuh penumpang yang mungkin menyimpan perasaan gelisah.

Aku melihat adikku sudah menanti pada pelataran parkir pelabuhan penyeberangan Lembar saat ramp door mulai menyentuh bibir dermaga.

Sepuluh Hari Terakhir Pada Ramadhan 2012
Terhitung sejak tahun ini aku tidak lagi membutuhkan mudik. Rasanya ada yang lenyap tak terganti; menjadi liang rindu baru hingga saat ini. Aku akan menyudahi pembelian tiket bus malam Yogyakarta - Mataram. Namun setidaknya masih ada yang dapat aku lakukan guna menambal keinginan untuk kembali menempuh perjalanan jauh itu. Jemari ini acap kali gatal menekan tombol remote televisi, mengganti kanal berita hanya sekadar menikmati sajian warta singkat tentang arus mudik. Aku tidak mampu memalingkan tatapan apabila sang jurnalis mengupas situasi di area pelabuhan penyeberangan sementara kamera tengah menyorot lambung kapal yang tengah lengket terikat pada tiang - tiang dermaga.

17 Februari 2017
Kami sedang berdiri menikmati senja di pelupuk sore ini di muka kapal. Aku dan istriku tidak pernah merencanakan perjalanan ini, bahkan tempat bermalam di Bali pun baru aku peroleh ketika kapal telah lunas keluar dari teluk Lembar. Sejak kami menandatangani buku nikah di tahun 2015, ini adalah bulan madu pertama kami ke pulau seberang. Sudah banyak tersusun rencana, tetapi realiasasi hampa.

Menuju pelataran senja di selat Lombok | 2017

Aku hanya ingin berbagi kisah kepada istriku, 'bahwa empat jam terapung di selat Lombok pernah tergambar di garis tanganku sebagai salah satu tahap yang harus aku lintasi untuk menebus rasa rinduku pada tatapan kedua bola matamu'.

Ku tawarkan padanya semangkuk mi instan dalam kemasan dan kukatakan padanya bahwa ini adalah hidangan terbaik untuk menghalau bekunya angin yang ingin menerobos kulit. Kutunjukkan padanya ujung barat dari pulau Lombok yang kerap aku jadikan patok penanda separuh perjalanan telah berhasil ditempuh. Kuceritakan padanya, dahulu aku pernah menyaksikan sekelompok lumba - lumba sekonyong - konyong muncul di permukaan meskipun hanya sekelebat saja. Aku ceritakan juga beberapa nostalgia ringan tentang suka dan duka menjadi manusia yang rindu untuk pulang.

Selfiception | 2017

Sementara di ufuk barat, sang surya sudah bersiap menutup sore dengan bias - bias lembutnya. Guratan jingga larut perlahan di garis tipis cakrawala. Angin turut mendesis dalam lirih. Kami memang belum tiba, tetapi titik kenangan telah terekam sejak detik ini.

06 Juni 2018
Setelah dua hari sebelumnya aku menempelkan jadwal resmi KMP. Legundi ke dalam ruang pembicaraan grup aplikasi Whatsapp milik kantor Dinas Perdagangan Kota Mataram yang bersumber dari laman aplikasi instagram ASDP Indonesia Ferry, beberapa rekan kerja yang memang berhajat ingin menempuh pelayaran Lembar - Tanjung Perak mulai menata rencana kapan akan bersama - sama memasuki kapal. Aku menyaksikan, mereka tengah menuding kalender dinding itu sembari bolak - balik melihat laman jasa penjualan online karcis kapal udara untuk membandingkan berapa besar ongkos transportasi apabila pada arus balik nanti mereka menggunakan jalur udara. Sejak awal sudah kusarankan kepada mereka agar baik saat berangkat maupun pulang nanti untuk tetap bersama - sama dalam kapal yang sama; dengan kata lain bedol desa.

Legundi, akhirnya akan menjadi tempat berteduh sepanjang perjalanan mudik itu ditempuh. Bayang - bayang pulang kampung itu kembali mengusik rongga jiwa menganga yang ingin kembali berlayar, segera.

08 Juni 2018
Aku ingin melihat dermaga; sekali lagi. Tempat cerita - cerita itu semua bermula serta bermuara. Aku ingin menyelami kembali aroma sinar mentari pagi sembari terbelai oleh sang bayu, menyisir koridor di hati yang kian hampa.

Dermaga 2 Pelabuhan Penyeberangan Padang Bai, Bali | 2014

Tahukah anda, bahwa hiburan yang gratis serta terdekat itu adalah menelanjangi bilah - bilah kenangan?

Ukirlah memori itu sekali lagi pada sepanjang laut yang dibelah oleh rasa rindu akan rumah. Ceritakan padaku nanti, apakah engkau sempat berbicara pada punuk - punuk ombak nan sunyi ini. Apakah ada senyum pada kelopak bibir itu mulai tersimpul tatkala sang biduk mulai panjang bersiul. Utarakan pada sinar pijar pagi itu tentang angin malam dalam pelukan temaram. Ceritakan pula padaku tentang dermaga itu; tiada jenuh melihat bahtera yang tengah berlabuh ini ingin lekas menjauh.

Tulisan ini berpartisipasi untuk meramaikan kompetisi blog "Asyiknya Naik Ferry" PT. ASDP Indonesia Ferry. #AsyiknyaNaikFerry

Seluruh gambar yang terdapat dalam badan tulisan adalah hasil pengambilan sendiri.
Pernah menonton film Coud Atlas (2012) ?  Tontonlah, nanti anda akan menikmati timeline yang juga akan terus bergeser. He-He-He.

/ 2018-06-04

RAMADHAN 1439H

Ramadhan hanya kolom waktu. Ia selalu menghantui apabila Syaban mengendap - endap akan pergi. Ramadhan hanya bagian dari rentang masa. Ia akan tetap melintas tiada berbatas. Ia akan tetap terbenam dan menjelma menjadi fajar; memaksa kita hanya bersantap pada saat matahari sedang bersembunyi di sisi dunia yang lain.

Siaran televisi segera bertransformasi menjadi lebih religi dan manusiawi. Dini hari menjadi komoditi. Ada yang menawarkan lelucon, tayangan ulang sinetron, hingga kajian singkat dengan pembicara yang sama namun tidak monoton. Beragam agenda sudah diperinci untuk menyongsong bulan suci. Ibadah, hijrah, sampai mencoba peruntungan mencari tambahan pundi - pundi rupiah.

Tawarih. Tadarus. Takjil. Tidak lalai shalat lima waktu. Masjid - masjid menjadi lebih berwarna dan lebih bersuara dari biasanya. Tak jarang kegiatan 'karaoke' tadarus hingga larut malam. Pun tidak ada yang naik pitam ketika jam sahur corong - corong menara masjid tampak lebih gaduh untuk membangkitkan insan - insan yang masih terjebak dalam selimut.

Shaf - shaf tarawih akan cenderung rapat pada hari - hari pembuka dan akan terus renggang dan beranjak maju seiring bertambahnya jumlah hari yang telah ditempuh selama berpuasa. Tidak ada yang pernah tahu alasan yang pasti, mungkin sudah tradisi.

Hari ini anda akan sangat mudah mencari album resep dan rencana sajian berbuka serta sahur agar lidah anda tidak protes: itu - itu saja. Anda juga dapat mengoleksi tips - tips kesehatan agar tetap bugar menjalankan ibadah. Itu sudah lumrah.

Itulah kebiasaan dan serba - serbi ramadhan yang lazim dijumpai. Tahun ini saya mulai takut menghitung hari menuju Idul Fitri, sebab saya waswas apakah yang saya hitung justru merupakan sisa hari hidup saya di muka bumi.

Keranda Jenazah | 2018