Hari ini sedang hot - hotnya kejadian bagi rapor. Di Jogja maupun di Mataram. Buku bersampul biru itu hilir mudik dibawa oleh wali kelas, kadang dipamerkan pada guru yang lain, atau sengaja disembunyikan karena mengandung aib. Hari ini, buku itu bermuara kepada dua macam tangan, tangan murid atau tangan si tukang eksekusi, ortu. Kalau jatuh ke tangan si terdidik, maka jika ada hal yang dirasa akan mengundang bencana, si anak pasti memolorkan diri berlabuh ke rumah. Tapi jika sang kepala rumah tangga yang disuguhkan benda itu, maka jika isinya merah semua langsunglah ia pulang ke rumah dan segera memberikan hadiah spesial kepada sang anak istimewa itu karena sudah bikin malu sang ayah. Dilematis memang.
Aku juga hampir kena getahnya, walaupun sudah kejatuhan beberapa ranting dari pohon sial itu. Dua pekan lalu, kami dijatuhi hukuman : tidak boleh berkontak ria kalau hari kerja, jadi kami hanya punya satu hari untuk memcurahkan segala kerinduan, hari ahad. Gara - garanya nilai ulangan semesterannya anjlok bak kereta ekonomi terjun ke jurang. Nah, beruntunglah aku. Hari ini dia dapat rangking tujuh, setidaknya naik satu peringkat daripada yang kemarin. Tidak jadilah aku dicap sebagai tukang perusak karir. Masih nyambunglah kita. Mungkin Allah melapangkan jalan setelah aku shalat tahajjud semalam ya ? hehe. Alhamdulillah.
Rapor, bagi sebagian orang yang otaknya pas - pasan, merupakan momok yang membikin nyali ciut. Bayangkan, tidak beruntungnya mereka, hidup diadu di antara orang - orang jenius, jadilah mereka sasaran empuk amukan orang tuanya. Rangking kok besar - besar ?, begitu mungkin kata - kata yang akan melayang ke kuping sang anak. Rapor adalah buku hasil penilaian klasik, hanya nilai, diukur dengan angka, kadang dibubuhi tulisan agar angka yang tertera makin jelas, dan seringkali tidak bisa dikompromi. Boleh jadi yang tumbuh dimasyarakat kita seperti ini : 'Rangking berapa kamu ?' maka dijawab 'Ah, gak dapet'. Langsunglah diambil kesimpulan : bodoh anak ini. Dan jadilah ini : kita akan dipandang sebelah mata.
Newton, apakah beliau pernah sekolah ?. Ia distempel sebagai orang bodoh yang tidak perlu sekolah. Tanpa rapor. Padahal nilai yang ada di rapor juga terpengaruh oleh nilai ujian tentang : hukum Newton. SKILL, itulah yang seharusnya mesti diukur. Boleh jadi waktu ujian dulu, kondisinya sedang hancur, tidak enak badan, patah hati mungkin. Tapi, jika dipraktekkan, mungkin ia akan dengan tangkas membabat segala problema.
Ada hal penting yang lain nih, apalagi bagi kawan - kawan mahasiswa baru, angakatan ku, kakak angakatan, atau adik angkatan mungkin, SPMB (atau apa itulah namanya) pake nilai rapor gak sih ? Atau UAN, terpengaruh nilai rapor gak ? Di mata SPMB, rapor adalah sekedar formalitas telah mengikuti sekolah. Sedangkan di mata UAN, rapor adalah sekumpulan kertas yang ada angka dan tulisan yang tidak bisa mengganggu urusan penting : KELULUSAN.
Aku juga hampir kena getahnya, walaupun sudah kejatuhan beberapa ranting dari pohon sial itu. Dua pekan lalu, kami dijatuhi hukuman : tidak boleh berkontak ria kalau hari kerja, jadi kami hanya punya satu hari untuk memcurahkan segala kerinduan, hari ahad. Gara - garanya nilai ulangan semesterannya anjlok bak kereta ekonomi terjun ke jurang. Nah, beruntunglah aku. Hari ini dia dapat rangking tujuh, setidaknya naik satu peringkat daripada yang kemarin. Tidak jadilah aku dicap sebagai tukang perusak karir. Masih nyambunglah kita. Mungkin Allah melapangkan jalan setelah aku shalat tahajjud semalam ya ? hehe. Alhamdulillah.
Rapor, bagi sebagian orang yang otaknya pas - pasan, merupakan momok yang membikin nyali ciut. Bayangkan, tidak beruntungnya mereka, hidup diadu di antara orang - orang jenius, jadilah mereka sasaran empuk amukan orang tuanya. Rangking kok besar - besar ?, begitu mungkin kata - kata yang akan melayang ke kuping sang anak. Rapor adalah buku hasil penilaian klasik, hanya nilai, diukur dengan angka, kadang dibubuhi tulisan agar angka yang tertera makin jelas, dan seringkali tidak bisa dikompromi. Boleh jadi yang tumbuh dimasyarakat kita seperti ini : 'Rangking berapa kamu ?' maka dijawab 'Ah, gak dapet'. Langsunglah diambil kesimpulan : bodoh anak ini. Dan jadilah ini : kita akan dipandang sebelah mata.
Newton, apakah beliau pernah sekolah ?. Ia distempel sebagai orang bodoh yang tidak perlu sekolah. Tanpa rapor. Padahal nilai yang ada di rapor juga terpengaruh oleh nilai ujian tentang : hukum Newton. SKILL, itulah yang seharusnya mesti diukur. Boleh jadi waktu ujian dulu, kondisinya sedang hancur, tidak enak badan, patah hati mungkin. Tapi, jika dipraktekkan, mungkin ia akan dengan tangkas membabat segala problema.
Ada hal penting yang lain nih, apalagi bagi kawan - kawan mahasiswa baru, angakatan ku, kakak angakatan, atau adik angkatan mungkin, SPMB (atau apa itulah namanya) pake nilai rapor gak sih ? Atau UAN, terpengaruh nilai rapor gak ? Di mata SPMB, rapor adalah sekedar formalitas telah mengikuti sekolah. Sedangkan di mata UAN, rapor adalah sekumpulan kertas yang ada angka dan tulisan yang tidak bisa mengganggu urusan penting : KELULUSAN.